A.
KONSEP DASAR TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS
Istilah desensitisasi merupakan usaha untuk memperkenalkan secara bertahap
stimulus atau situasi-situasi yang menimbulkan ketakutan. Merupakan teknik yang
digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan
menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang hendak dihapuskan. Wolpe (1958), sebagai pengembang teknik
desensitisasi berargumentasi bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah
ungkapan dari kecemasan dan respons kecemasan dapat dihapus oleh penemuan
respons yang secara inheren berlawanan dengan respons tersebut. (Misalnya,
dengan pengkondisian klasikal).
Systematic desensitization didesain untuk membantu klien yang mengalami
phobia. Klien dan terapis pertama-tama membuat daftar tingkatan/ hirarki
ketakutan dari yang paling lemah sampai yang paling kuat. Kemudian klien
disuruh relax, dan selanjutnya prosedur terapis dimulai (mulai dari imaginal
menuju kepada aktual desensitisasi). Teknik ini juga melibatkan relaksasi.
Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman
pembangkit kecemasan yang dibayangkan. Siituasi dihadirkan dalam suatu
rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam.
B.
HAKIKAT MANUSIA
Teknik desensitisasi sitematis
merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang didasari oleh teori atau
pendekatan behavioral klasikal. Pendekatan behavioral memandang manusia atau
kepribadian manusia pada hakikatnya adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan
hasil pengalaman dari interaksi individu dengan lingkungannya. Perhatian
behavioral adalah pada perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku
mendasarkan diri pada penerapan teknik dan prosedur yang berakar pada teori
belajar yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses
perubahan perilaku menuju kearah yang lebih adaptif. Untuk menghilangkan
kesalahan dalam belajar dan berperilaku serta untuk mengganti dengan pola-pola
perilaku yang lebih dapat menyesuaikan. Salah satu aspek yang paling penting
dalam memodifikasi perilaku adalah penekanannya pada tingkah laku yang
didefinisikan secara operasional, teramati dan terukur.
C.
KARAKTERISTIK TEKNIK DESENSITISASI SITEMATIS
Adapun karakteristik atau ciri-ciri terapeutik teknik
desensitisasi sistematis menurut pendekatan behavioral adalah :
a.
Merupakan suatu teknik melemahkan respon terhadap stimulus
yang tidak menyenangkan dan mengenalkan stimulus yang berlawanan (menyenangkan)
b.
Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi
c.
Merupakan perpaduan dari beberapa teknik
D.
TUJUAN TEKNIK DESENSITISASI SITEMATIS
Tujuan teknik desensitisasi sistematis adalah :
a.
Teknik desensitisasi sistematis bermaksud mengajar konseli
untuk menghilangkan respon kecemasan yang dialami
konseli.
b.
Mengurangi sensitifitas emosional yang berkaitan dengan
kelainan pribadi atau masalah sosial.
E.
RELEVANSI TEKNIK DESENSITISASI SITEMATIS
Teknik desensitisasi sistematis
dalam pelaksanaan terapinya tidak bisa atau harus menggunakan bantuan teknik
lain di antaranya adalah teknik relaksasi dan teknik modelling. Menurut teknik
relaksasi cara yang digunakan adalah dalam keadaan santai. Stimulus yang
menimbulkan kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan
santai. Pemasangan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang semula
menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur. Sedangkan menurut teknik
modeling konselor diharapkan berperan sebagai model atau counter propagandis.
Desensitisasi umumnya digunakan pada Konseli yang mengalami gangguan kecemasan,
akan tetapi sebenarnya dapat juga digunakan untuk mengurangi kemarahan,
mengatasi situasi sedih, dan berbagai rasa takut serta masalah-masalah sosial.
F.
PRINSIP TEKNIK DESENSITISASI SITEMATIS
Berawal dari teori atau pendekatan
konseling behavior focus perubahan tingkah laku terdiri dari 3 kategori, antara
lain :
a.
Memperkuat tingkah laku
b.
Modeling
c.
Melemahkan tingkah laku
Dikarenakan
teknik desensitisasi sistematis berawal dari pendekatan behavior, maka prinsip
perubahan tingkah laku menurut teknik ini termasuk di dalam kategori melemahkan
perilaku. Hal ini disebabkan, permasalahan yang bisa diatasi dengan menggunakan
teknik desensitisasi sistematis seperti phobia, anxiety dan lain-lain tidak
perlu untuk dihilangkan sepenuhnya dari diri seseorang. Setiap individu perlu
tetap memiliki perasaan-perasaan seperti takut, cemas asal dalam batasan yang
wajar atau normal. Jika individu tidak memiliki perasaan-perasaan seperti yang
disebutkan di atas maka justru individu akan bermasalah atau tidak normal.
G. MANFAAT TEKNIK DESENSITISASI
SITEMATIS
Desensitisasi sistematis merupakan
teknik yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif,
biasanya berupa kecemasan dan disertakan respon yang berlawanan dengan perilaku
yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik, respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.
a. Desensitisasi sistematis sering
digunakan untuk mengurangi maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewat conditioning
(seperti phobia) tapi juga dapat diterapkan pada masalah lain.
b. Dengan teknik desensitisasi
sistematis konseli dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negatifnya tanpa
menghilangkannya.
c. Konseli mampu mengaplikasikan teknik
ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus ada konselor yang memandu.
H. KENDALA TEKNIK DESENSITISASI
SITEMATIS
a.
Terdapat Konselor yang masih mendasarkan konseling dengan
menggunakan teknik yang berakar pada hukum-hukum belajar
b.
Dalam teknik desensitisasi sistematis perlu melibatkan
teknik-teknik lain untuk membantu konseli . Contoh: relaksasi
c.
Teknik ini memerlukan waktu yang lama untuk penerapannya
sebab terdapat tahap-tahap atau tingkatan yang berkelanjutan dalam membantu
konseli. Misalnya:
-
Tahap I : menghilangkan kecemasan tingkat rendah
-
Tahap II : menghilangkan kecemasan tingkat sedang
-
Tahap III : menghilangkan kecemasan tingkat tinggi
d. Konselor perlu membuat format-format
tertentu yang sangat detail mengenai masalah konseli sesuai dengan tingkatan
atau tahapan-tahapan teknik ini.
I.
PROSEDUR TEKNIK DESENSITISASI SITEMATIS
Teknik ini dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku
neurotic adalah ekspresi dari kecemasan. Dan bahwa respon terhadap kecemasan
dapat dieliminasi dengan menemukan respon yang antagonistic. Perangsangan yang
menimbulkan kecemasan secara berulang-ulang disepasangkan dengan relaksasi
sehingga hubungan antara perangsangan dengan respon terhadap kecemasan dapat
dieliminasi. Teknik desensitisasi sistematik bermaksud mengajar klien untuk
memberikan respon yang tidak konsisten dengankecemasan yang dialami klien.
Teknik ini tak dapat berjalan tanpa teknik relaksasi. Adapun prosedur
pelaksanaan teknik ini dapat di ikuti lebih lanjut di bawah ini:
a.
Analisis Perilaku yang menimbulkan masalah
(kecemasan/ketakutan)
b.
Menyusun Hierarkhi atau jenjang-jenjang situasi yang
menimbulkan masalah (ketakutan/kecemasan) dari yang kurang hingga yang paling
mencemaskan Konseli.
c.
Memberi latihan-latihan relaksasi otot-otot yang dimulai
dari lengan hingga otot kaki. Kaki konseli diletakkan di atas bantal atau kain
wool. Secara terinci relaksasi otot dimulai dari lengan, kepala, kemudian leher
dan bahu, bagian belakang, perut dan dada, dan kemudian anggota bagian bawah.
d.
Konseli diminta membayangkan situasi yang menyenangkannya
seperti di pantai, di tengah taman yang hijau dan lain-lain.
e.
Konseli disuruh memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan
situasi yang kurang mencemaskan. Bila Konseli sanggup tanpa cemas atau gelisah,
berarti situasi tersebut dapat diatasi Konseli. Demikian seterusnya hingga ke
situasi yang paling mencemaskan.
f.
Bila pada suatu situasi Konseli merasa cemas/gelisah, konselor
memerintahkan Konseli agar membayangkan situasi yang menyenangkan tadi untuk
menghilangkan rasa kecemasan/ketakutan yang baru saja terjadi
g.
Menyusun Hierarki atau jenjang kecemasan harus bersama
Konseli, dan konselor menuliskannya pada selembar kertas.
Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan sebuah desensititasi tidak berhasil dilakukan. Penyebab kegagalan
disensititasi sistematis tersebut antara lain :
1. Konseli
yang mengalami kesulitan dalam melakukan relaksasi.
2. Tingkatan
kecemasan yang tidak relevan atau tidak tepat saat disusun bersama konseli.
3. Ketidakmemadaian
dalam membayangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar